Pelestari Lingkungan Hidup
oleh
Slamet Tri Usadha
Dhanu Nugroho Harman
disampaikan pada Pendidikan Dasar The Great Camping XXIX
Semenjak permasalahan Lingkungan Hidup atau secara lazim disebut lingkungan mendapat perhatian yang besar dihampir semua negara. Ini terutama terjadi pada dasawarsa 1970-an setelah diadakan konferensi PBB di Stockholm pada bulan Juni 1972, deklarasi tersebut mengenai perlindungan lingkungan dalam pencegahan pencemaran dan ajakan dalam usaha koordinasi ke seluruh dunia lewat partisipasi global yang dilakukan tidak hanya negara-negara maju tetapi juga negara-negara berkembang. Hal itu kemudian ditindak lanjuti dengan didirikannya badan khusus dalam PBB yang mengurus permasalahan lingkungan yaitu United Nation Environmental Programme disingkat UNEP, yang bermarkas di Nairobi, Kenya. Sebagai negara yang memiliki kantor Kementerian Lingkungan Hidup, dan telah menjadi delegasi tetap Konferensi Lingkungan Hidup Sedunia sejak Stockholm, Indonesia mestinya matang mengelola konsep pengelolaan Lingkungan Hidup.
Di Indonesia perhatian mengenai Lingkungan Hidup telah mulai muncul di media massa sejak tahun 1960-an.Salah satu isu penting dalam globalisasi adalah masalah lingkungan. Oleh karena itu, semua pihak mempunyai kewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap lingkungan secara proporsional. Perlindungan lingkungan hidup adalah suatu masalah yang harus dipertimbangkan dari aspek global.
Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup pengertian dari Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Manusia berinteraksi dengan lingkungannya baik itu mahluk hidup lain ataupun benda mati disekelilingnya. Ilmu yang mempelajari tentang hubungan timbal balik makluk hidup dan lingkungan hidupnya disebut Ekologi. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Haeckel, seorang ahli ilmu hayat, dalam pertengahan dasawarsa 1860-an. Istilah itu berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos yang berarti rumah dan logos yang berarti ilmu. Karena itu secara harfiah ekologi berarti ilmu tentang mahluk hidup dalam rumahnya. Atau dapat diartikan juga sebagai ilmu tentang rumah tangga mahluk hidup.
Dalam pengelolaan lingkungan, ekologi urgent yang kita butuhkan ialah ekologi manusia tanpa mengesampingkan ekologi-ekologi yang lain seperti ekologi tumbuhan, hewan, jasad renik. Ekologi manusia adalah ilmu tentang hubungan timbal balik manusia dengan lingkungan hidupnya. Karena dalam segala aktivitasnya manusia selalu beinteraksi dengan alam. Berbicara manusia yang berkorelasi dengan alam, tercatat hampir sekitar 100 perhimpunan pecinta alam di Yogyakarta saja, belum di Indonesia. Pada umumnya terdiri dari berbagai elemen masyarakat dari mahasiswa, pelajar sampai organisasi PA (pecinta alam) umum pun hadir menjamur dewasa ini.di mahasiswa terkenal dengan sebutan Mapala (Mahasiswa Pecinta Alam) di pelajar terkenal dengan nama Sispala (siswa pecinta alam).
Menjamurnya Himpunan Pecinta Alam dikarenakan :
Latar kejiwaan kaum muda.
Ingin populer, ingin dikenal, ingin tahu.
Bersemangat tinggi, ingin mencoba, suka mencari tantangan.
Masa berkembang untuk penemuan diri sebagai sosok pribadi insani.
Media yang ada dalam kepencinta alaman.
Berolah raga : ketangkasan dan keterapilan.
Berekreasi : menyegarkan, menghibur.
Berapresiasi : menghargai, menghormati, menyayangi, saling peduli.
Berketahanan : suvival, endurance, pelatihan ketahanan hidup.
Alam semesta adalah sebagai sumber pelajaran yang berfungsi sebagai pustaka dan laboratorium ilmu pengetahuan.
Pecinta alam adalah sekelompok individu yang melakukan kegiatan dialam terbuka yang dilandasi oleh rasa dan sikap menyenangi alam dan memelihara alam sebagai obyek kesenangannya. Sosok pelakunya adalah kaum muda baik putra atau putri ataupun kaum yang berjiwa muda yang mempunyai semangat kepetualangan positif. Dalam berkegiatan pecinta alam dialam terbuka akan selalu berkaitan erat dengan ekosistem dimana dia berkegiatan. Karena dalam segala aktivitasnya manusia dalam hal ini Mahasiswa Pecinta Alam selalu beinteraksi dengan alam seperti jungle tracking (mounteneering), rock climbing, diving, caving, maupun rafting. Seorang mountainer yang selalu bermain dihutan harus selalu menjunjung tinggi etika dari seorang pecinta alam begitu pula halnya seorang climber dengan tebing harus mematuhi etika-etika pemanjatan, Caver dengan goa pun harus menjaga kelestarian batuan yang ada didalamnya, begitu juga seorang diver atau rafter harus menjaga kelestarian ekosistem tempat mereka berkegiatan.
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara mahluk hidup dan lingkungannya. Ekosistem terbentuk oleh komponen hidup dan tak hidup disuatu tempat yang beriteraksi membentuk suatu kesatuan yang teratur. Keteraturan terjadi oleh adanya arus materi dan energi yang terkendalikan oleh arus informasi antar komponen dalam ekosistem itu. Masing-masing komponen memiliki fungsi. Selama masing-masing komponen itu melakukan fungsinya dan bekerja sama dengan baik, keteraturan ekosistempun terjaga. Keteraturan ekosistem menunjukkan, ekosistem tersebut ada dalam suatu keseimbangan tertentu. Keseimbangan itu tidaklah bersifat statis, melainkan dinamis. Perubahan yang terjadi itupun selalu fluktuatif. Perubahan itu dapat terjadi secara alamiah maupun sebagai akibat perbuatan manusia yang beraktivitas disana.
Secara umum orang tahu pecinta alam, mereka adalah orang yang suka atau punya hobi naik gunung dengan rambut gondrong, pakaian, aksesoris yang khas menandakan seorang pecinta alam. Sayangnya opini yang menempel pada diri PA ini lebih menjurus pada konotasi yang negative, ini lebih karena sering terjadinya praktek-praktek vandalisme di gunung, tempat wanawisata bahkan dipuncak gunung sekalipun ada coretan-coretan iseng. Terlepas dari apakah ini perbuatan seorang pecinta alam atau hanya kebetulan orang yang iseng saja yang naik gunung membawa spidol atau cat semprot.
Untuk itu sebagai seorang Mahasiswa Pecinta Alam sebelum beraktivitas di alam hendaknya mengerti tentang pelestarian alam itu sendiri jangan sampai ketika kita beraktivitas di alam bukannya menjaga tapi malah merusak sumber daya alam itu. Sumber daya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya alam, baik hayati maupun nonhayati, dan sumber daya buatan.Apabila hal itu maka akan terjadi pergeseran makna dari Pecinta Alam menjadi Penikmat Alam.
Sebenarnya alam sendiri juga mempunyai kemampuan utuk memperbaiki dirinya sendiri asal hal itu sebatas daya tampung dan daya dukung lingkungan itu sendiri. Yang dimaksud daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain dan daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Apabila kerusakan yang terjadi melebihi dari daya dukung dan daya tampung lingkungan berarti tamatlah riwayatnya. Dilingkungan Daerah Istmewa Yogyakarta banyak keaneka ragaman yang keberadaanya perlu dipertahankan:
1. Cagar Alam / Taman Wisata Alam Plawangan Turgo, kawasan ini kawasan di hutan Gunung Merapi merupakan ekosistem pegunungan di DIY. Kawasan ini mempunyai nilai tinggi bagi kehidupan manusia di sekitar kawasan baik dari segi ekologis, ekonomis, dan sosial budaya. Ditinjau dari segi ekologis, komponen biologis ekosistem hutan Gunung Merapi mempunyai keanekaragaman yang tinggi. Disamping itu, gunung ini telah menciptakan ekosistem yang spesifik yaitu hutan tropika pegunungan dan pola suksesi vegetasi yang berkembang secara dinamis. Juga adanya Anggrek Pandan (Vanda tricolor), Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) yang endemik.
2. Kawasan Karst Gunung Kidul, Karst adalah bentang alam di permukaan (eksokarst) dan di bawah permukaan (endokarst) yang secara khas berkembang pada batu gamping dan dolomite sebagai akibat proses pelarutan dan peresapan air. Karst dapat dipastikan sebagai salah satu morfologi atau bentuk lahan (land form), hidup dan berkembang berbagai jenis flora maupun fauna sehingga karst dipandang sebagai suatu ekosistem. Kawasan karst Gunungkidul merupakan bagian dari kawasan karst Gunung Sewu yang memiliki nilai strategis tinggi bagi manusia, flora, fauna dan perkembangan ilmu pengetahuan. Kawasan karst juga dikenal memiliki kehati yang unik karena flora dan faunanya telah teradaptasi pada lingkungan yang kritis, gersang dan mengandung kadar kalsium karbonat yang tinggi.
3. Suaka Margasatwa Sermo terletak di Petak 20, Petak 21, Petak 22, Petak 23 dan Petak 24 yang merupakan hutan tanaman hutan produksi Dinas Kehutanan Propinsi Daerah Istimewa. Yogyakarta. Sedangkan secara administratif lokasi ini berada diantara 3 yaitu Hargowilis dan Desa Hargorejo yang masuk dalam wilayah Kecamatan Kokap dan Desa Karangsari yang masuk dalam wilayah Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulonprogo. Vegetasinya antara lain: Kayu Putih, Jati, Akasia, Eukaliptus, sonokeling, mahoni, Kenanga, Gmelina, Pinus.
4. Pantai Congot dan Glagah termasuk jenis pantai landai yang mempunyai nilai ekologi dan ekonomi yang cukup tinggi. Secara ekologi, ekosistem pantai mempunyai jenis flora dan fauna yang unik dan khas, karena sudah teradaptasi dengan kondisi alam pantai yang panas, lembab, salinitas tinggi dan sturuktur tanah yang kering dan berpasir (miskin hara). Selain itu ekosistem pantai di Pantai Selatan DIY mempunyai fungsi sebagai habitat bertelurnya penyu dan habitat beberapa jenis arthropoda. Secara nilai ekonomi, pemandangan di pantai yang indah mempunyai potensi sebagai tempat tujuan wisata yang banyak diminati masyarakat.
5. Pantai Krakal dan pantai Wedhiombo termasuk jenis pantai yang khas di kawasan karst di Kabupaten Gunungkidul yang terjal dan berbukit kapur yang miskin hara dan mempunyai nilai estetik yang tinggi. Secara ekologi, ekosistem pantai mempunyai jenis flora dan fauna yang cukup unik dan khas karena sudah beradaptasi dengan kondisi alam yang panas, kering, salinitas tinggi serta hembusan angin yang kencang. Selain itu ekosistem pantai di Kabupaten gunungkidul yang terjal kurang berpotensi secara ekonomi, hanya pada bagian yang landai dijadikan sebagai pelabuhan nelayan ikan sehingga daya tariknya adalah pada wisatanya.
6. Sungai sebagai komponen utama DAS (Daerah Aliran Sungai) mempunyai beberapa definisi yaitu: a) Sungai atau aliran sungai adalah suatu jumlah air yang mengalir sepanjang lintasan di darat menuju ke laut sehingga sungai merupakan suatu lintasan di mana air yang berasal dari hulu bergabung dan menuju ke satu arah yaitu hilir (muara); b) sungai merupakan suatu tempat kehidupan perairan yang membelah daratan. Sungai merupakan bagian siklus hidrologi yang terdiri dari beberapa proses yaitu evaporasi/penguapan air, kondensasi dan presipitasi. Dengan demikian sama halnya dengan pencemaran dapat dikatakan bahwa sedimentasi dapat terjadi secara alamiah tapi juga akibat kegiatan yang mengarah kepecintaalaman. Sedimentasi secara alamiah tersebut diperburuk oleh ulah manusia dalam membentuk pola pemanfaatan lahan yang tidak dalam batas-batas daya dukung lingkungan. Ekosistem disungai meskipun kelihatannya sepele namun disana ada fungsi tertentu misalnya: kerakal (batu kecil) disungai adalah tempat bertelurnya ikan, batu besar yang ada disungai merupakan pemecah arus/tenaga air ketika terjadi banjir dan juga sebagai tempat berlindungnya flora dan fauna.
7. Untuk sumberdaya pesisir dan laut, situasi juga tidak lebih baik dari sumberdaya daratan. Terumbu karang di Indonesia semakin menyusut akibat penangkapan ikan dengan cara yang merusak yang berlebihan, pencemaran, pembangunan kawasan pesisir, sedimentasi dan pencurian-pencurian untuk kepentingan kesenangan. Antara 1989 dan 2000, terumbu dengan tutupan karang menyusut dari 36% menjadi 29%. Luas hutan bakau berkurang dari 5.2 juta hektar pada tahun 1982 menjadi 3.2 juta hektar pada 1987 dan menciut lagi menjadi 2.4 juta hektar pada 1993 akibat maraknya konversi bagi kegiatan budidaya. Sumberdaya perikanan laut juga terancam oleh penggunaan teknik dan peralatan penangkapan ikan yang merusak lingkungan dan dengan kapasitas berlebih. Untuk sumberdaya pesisir dan laut, situasi juga tidak lebih baik dari sumberdaya daratan. Terumbu karang di Indonesia semakin menyusut akibat penangkapan ikan dengan cara yang merusak dan berlebihan, pencemaran, pembangunan kawasan pesisir dan sedimentasi. Sumberdaya perikanan laut juga terancam oleh penggunaan teknik dan peralatan penangkapan ikan yang merusak lingkungan dan dengan kapasitas berlebih.
Oleh karenanya pengelolaan sumber daya hayati yang pemanfaatanya secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaanya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya inilah yang dikatakan sebagai konservasi penting adanya. Kegiatan konservasi inilah yang harus ditanamkan sejak dini pada jiwa seorang mahasiswa pecinta alam sebelummereka bergerak melakukan kegiatan dialam. Mahasiswa Pecinta Alam sadar akan posisi dirinya dan penempatan dirinya dialam.
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dapat dilakukan melalui kegiatan:
1. Perlindungan sistem penyangga kehidupan
2. Perlindungan sistem penyangga kehidupan ditujukan bagi terpeliharanya proses biologis yang menunjang kelangsungan kehidupan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu manusia.
3. Kawasan Konservasi
Nilai konservasi suatu kawasan konservasi ditentukan oleh :
l Luas
l Diversity/ Biodiversitas
l Naturalness/ kealamiahannya
l Rarity/ Kelangkaan dari jenisnya
l Uniqueness/keunikannya
l Fregility/ kerapuhannya
l Typicalness/ kekhasan
l Historical records/ nilai sejarah
l Position in an ecological unit / posisi dalm suatu unit
l Potential value/ nilai potensi suatu kawasan
l Intrinsic appeal/ mempunyai gatya tersendiri/ nilai yang dapat memberi kepuasan
Karena sulit membedakan antara pecinta alam asli yang peduli alam dan lingkungannya atau hanya pecinta alam gadungan yang hanya menempelkan nama kerennya saja. Pecinta alam mempunyai satu posisi yang sangat penting perannya dalam membina generasi muda untuk kepedulian terhadap alam ini seperti bisa kita lihat kegiatan-kegiatan penghijauan di lereng Merapi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok pecinta alam di Yogyakarta, aksi bersih kali di Sungai Code, aksi bersih pantai di Pantai Parangtritis, Penghijauan kawasan karst di Gunung Kidul, Wonosari, Relokasi Anggrek Vanda Trikolor ketempat aslinya. Ini menandakan adanya satu persepsi yang masih belum diketahui oleh kebanyakan orang tentang kegiatan pecinta alam yang tidak saja berkutat di acara mendaki gunung.
Namun dalam tataran politik lingkungan pecinta alam cenderung apolitis dalam tataran gerakan lingkungan secara keseluruhan pecinta alam belum memperlihatkan sebuah sinergi gerakan yang dinamis, sepertinya belum ada satu pemikiran taktis gerakan pecinta alam dalam mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak ramah lingkungan. Lebih jauh lagi pada peran mahasiswa pecinta alam, masih sedikit aksi-aksi advokasi dari para mahasiswa pecinta alam untuk masalah lingkungan. Ini terkesan apatis untuk melakukan advokasi bagi korban pencemaran lingkungan atau penolakan untuk rencana pembangunan yang tidak memperhatikan lingkungan. Ambilah salah satu contohnya di Yogyakarta, ditengah maraknya isu pembangungan kawasan konservasi air dan hutan oleh Pemkot, Jalan Lintas Selatan yang melewati kawasan hutan yang masih alami, Taman Nasional Gunung Merapi, Safir Square , Plaza Book UGM, Pelabuhan ikan di Pantai Glagah yang nyata-nyata tidak sesuai dengan Ketentuan kebijakan lingkungan mengenai Tata Ruang, AMDAL, UU No 23 tahun 1997, Transparansi dan Akuntabilitas public. Mahasiwa pecinta alam atau kelompok pecinta alam lainnya terkesan acuh tak acuh tidak mau peduli mengkritisinya, padahal seorang mahasiswa itu merupakan insan yang sedang dalam proses berlatih kemampuan pikir dan kemampuan keterampilannya yang selalu diperhitungkan dalam percaturan sosial, politik, dan budaya baik itu di masyarakat maupun di pemerintahan.
“Bumi dengan beserta isinya ini bukanlah warisan dari nenek moyang melainkan pinjaman dari anak cucu kita” seringkali kata itu kita dengar namun sebenarnya apa maknanya itu yang perlu kita pikirkan. Kalau namanya warisan itu sah-sah saja walaupun itu hanya berupa puing-puing ataupun hanya gambar saja. Tetapi kalau itu merupakan suatu pinjaman maka harus dikembalikan kepada pemiliknya minimal dalam keadaan utuh, syukur-syukur dikembalikan berlebih.
Sesuai dengan predikat pecinta alam maka para pelaku dituntut memiliki sikap apresiatif terhadap alam, sehingga wajib ikut menjaga kelestariaanya agar tetap menjadi obyek cinta alam yang pantas untuk dinikmati dan disayangi, sekaligus agar dapat dijadikan medan penjelajahan.
Kini bukanlah sesuatu yang tidak mungkin untuk membangun sebuah sinergi gerakan dari para pecinta alam baik itu mahasiswa pecinta alam, siswa pecinta alam ataupun kelompok – kelompok pecinta alam lainnya untuk masa depan lingkungan hidup karena masalah lingkungan adalah permasalahan bersama sehingga korelasi antara banyaknya pecinta alam dengan kelestarian alam ini dalam tanda positif bukan sebaliknya. Bangkitlah ruh-ruh pecinta lingkungan hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 1982, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, Departemen Kehutanan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonimous, 1997, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Departemen Kehutanan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonimous, 1990, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Day aAlam Hayati dan Ekosistemnya, Departemen Kehutanan Republik Indonesia, Jakarta.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam, 2005, Warta Konservasi, Balai Konservasi Sumber Daya Alam, Yogyakarta.
Mapala Unisi, 2004, Diktat Materi Pendidikan Lingkungan Hidup Mapala Unisi Yogyakarta 2004, Mapala Unisi, Yogyakarta.
Mapala Unisi, 2004, Diktat Materi Pendidikan Lanjut The Seniority Camping XIV Mapala Unisi Yogyakarta 2006, Mapala Unisi, Yogyakarta
Surabaya Post, 2001, Reformasi Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jum’at, 06 April 2001
Sumarwoto, Otto. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Ed ke-9, Djambatan, Jakarta, 2001
Sarasehan Pemberdayaan Kelembagaan Organisasi Pecinta Alam DIY, Ruang seminar fisipol UGM 27 November 2004.